Dosen Polbeng Gugat Direksi dan Senat, Tuntut Rp103 Miliar

BENGKALIS – Gugatan perdata terhadap Direktur Politeknik Negeri Bengkalis (Polbeng), Johny Custer, beserta jajaran manajemen dan anggota Senat kampus, kini memasuki babak baru di Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis. Perkara bernomor 34/Pdt.G/2025/PN Bls ini diajukan oleh dosen Polbeng, Suharyono, terkait dugaan penghambatan kenaikan jabatan akademik ke Lektor Kepala.

Kepala PN Bengkalis, Bayu Soho Rahardjo, melalui Humas Mas Toha Wiku Aji, membenarkan proses sidang yang telah berlangsung tiga bulan. “Sidang perdata ini sudah berjalan hingga hari ke-13. Prosesnya telah melalui tahapan jawab-menjawab dan pembuktian surat. Agenda berikutnya adalah putusan sela pada Rabu, 8 Oktober 2025,” ujar Aji, Senin (6/10/2025).

Aji menambahkan, durasi penanganan perkara masih sesuai koridor Mahkamah Agung. “Sesuai ketentuan, perkara perdata maksimal diproses selama lima bulan di luar tahap mediasi. Kasus ini baru berjalan tiga bulan,” jelasnya.

Dalam gugatannya, Suharyono menuding pihak kampus melakukan perbuatan melawan hukum karena menghambat kenaikan jabatan akademik dirinya ke Lektor Kepala, meski seluruh syarat administratif telah dipenuhi.

Kuasa hukum Suharyono, Dr. Parlindungan, menyebut total tergugat mencapai 33 pihak, mulai dari unsur pimpinan hingga anggota Senat Polbeng. “Klien kami telah mengantongi angka kredit 828,5 poin, melebihi batas minimal 700 poin sesuai sistem Kemdiktisaintek. Namun, dokumen penting berupa Berita Acara Persetujuan Senat tidak diterbitkan sejak diajukan pada 20 Maret 2025,” ujar Parlindungan.

Rapat Senat Polbeng pada 16 April 2025 justru menunda usulan kenaikan jabatan selama satu semester. Alasannya, Suharyono dianggap tidak aktif mengajar pada Semester Ganjil 2024/2025. “Berdasarkan Laporan Kinerja Dosen (LKD), klien kami memenuhi beban kerja 15,95 SKS, di atas syarat minimal 12 SKS. Dalam petunjuk teknis Kemdiktisaintek, tidak ada ketentuan dosen harus aktif mengajar di semester tertentu. Yang diatur hanyalah pemenuhan total beban kerja,” tegas Parlindungan.

Sebelum menempuh jalur hukum, Suharyono sempat mencoba penyelesaian kekeluargaan melalui pertemuan dengan Senat dan manajemen kampus pada 22 April 2025. Namun, hasil rapat tidak diserahkan secara tertulis dengan alasan dokumen bersifat internal.

"Karena jalur musyawarah tidak menghasilkan solusi, klien kami akhirnya menggugat secara perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum,” kata Parlindungan.

Dalam gugatannya, Suharyono menuntut ganti rugi materiel Rp3,615 miliar, dihitung dari kehilangan tunjangan kinerja dan hak gaji golongan IV A hingga IV C, serta ganti rugi immateriel Rp100 miliar.(Adi)

 

TERKAIT