Skandal Retribusi RoRo Bengkalis: BPK Ungkap Temuan, Pakar Hukum Minta Usut Tuntas
BENGKALIS*— Polemik pengelolaan retribusi Pelabuhan RoRo Air Putih–Sungai Selari di Kabupaten Bengkalis kian memanas. Setelah Ombudsman RI Perwakilan Riau menemukan potensi maladministrasi, kini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap dugaan pelanggaran serius dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Dinas Perhubungan (Dishub) Bengkalis.
Dalam laporan itu, BPK mencatat realisasi pendapatan retribusi pelabuhan mencapai Rp6,13 miliar. Namun, pemeriksa menemukan kejanggalan dalam proses pemungutan dan penyetoran. Retribusi dipungut oleh pihak ketiga—Koperasi Karyawan Dinas Perhubungan—tanpa dasar hukum dan dokumen kerja sama yang sah. Dana hasil retribusi pun tidak langsung disetor ke kas daerah, melainkan disimpan terlebih dahulu di brankas koperasi dengan jeda waktu 5 hingga 28 hari.
Praktik tersebut dinilai membuka celah kebocoran pendapatan daerah dan konflik kepentingan antara pejabat Dishub dengan pengelola koperasi.
Pakar hukum pidana Universitas Islam Riau (UIR), Dr. Yudi Krismen, menilai temuan BPK itu berpotensi masuk ke ranah pidana korupsi. “Jika terjadi kebocoran dana dalam pemungutan uang RoRo, itu jelas masalah pidana. Harus diselesaikan melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi karena menimbulkan kerugian negara dan menguntungkan pihak tertentu,” kata Yudi Kepada wartawan Sabtu(18/10).
Menurutnya, praktik pemungutan tanpa dasar hukum serta penundaan penyetoran ke kas daerah dapat memenuhi unsur Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor, yang mengatur penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. “Kalau uang disimpan di luar mekanisme resmi, itu sudah penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.
Yudi menambahkan, tanggung jawab administratif tetap berada pada pejabat perhubungan. “Ada dua masalah di sini: dugaan pelanggaran hukum dan lemahnya tata kelola birokrasi. Keduanya harus diselidiki secara serius,” tegasnya.
Yudi juga mengingatkan bahwa Ombudsman RI Perwakilan Riau sejak 2023 telah mengeluarkan lima rekomendasi untuk pembenahan tata kelola Pelabuhan RoRo Bengkalis. Rekomendasi itu antara lain pemenuhan standar pelayanan sesuai Permenhub No.119/2015, peningkatan anggaran pemeliharaan dermaga, evaluasi SK Bupati tentang prioritas kendaraan dinas, pelatihan petugas pelabuhan, dan pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) agar pengelolaan lebih profesional dan akuntabel.
Namun hingga kini, rekomendasi tersebut belum terealisasi sepenuhnya. “Pemerintah seharusnya membentuk tim percepatan transformasi pengelolaan RoRo, bukan hanya Satgas pengawasan,” kata Yudi.
Ia menilai pembenahan harus dilakukan secara menyeluruh dari digitalisasi tiket, transparansi tarif, hingga peningkatan fasilitas publik. “Tujuannya membangun pelayanan publik yang modern dan akuntabel,” ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan Bengkalis, Adi Pranoto, menilai temuan BPK itu hanya bersifat administratif. “Itu hanya soal waktu penyetoran. Kapal RoRo beroperasi hingga malam, jadi ada kesepakatan penyetoran dua kali 24 jam. Tidak ada pelanggaran substansial,” katanya kepada wartawan, Rabu, 15 Oktober 2025.
Meski begitu, pernyataan Adi dinilai belum menjawab pokok persoalan: tidak adanya dasar hukum kerja sama dengan koperasi serta lemahnya transparansi pengelolaan dana publik.
Penyeberangan RoRo Air Putih–Sungai Selari bukan hanya soal antrean kendaraan, melainkan juga menyangkut kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan daerah. Temuan BPK dan rekomendasi Ombudsman seharusnya menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Bengkalis untuk melakukan reformasi struktural dan keuangan di sektor transportasi laut.
Alih-alih membentuk struktur baru seperti Satgas, publik berharap Pemkab Bengkalis berani membenahi sistem secara menyeluruh—memastikan setiap rupiah retribusi benar-benar masuk ke kas daerah dan memberi manfaat bagi masyarakat.(Adi)










Tulis Komentar