Illegal Logging di Kuala Cenaku Inhu, KLH Perkirakan 1,15 Hektare Hutan Rusak

INHU — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkap dampak kerusakan lingkungan yang serius akibat praktik illegal logging di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Dari hasil temuan di kawasan hutan produksi Kecamatan Kuala Cenaku, tim menemukan sekitar 300 meter kubik kayu olahan ilegal yang diduga berasal dari pembalakan liar.

Temuan tersebut disampaikan KLH melalui jajaran UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Indragiri setelah tim teknis turun langsung ke lapangan. Penelaah Teknis Kebijakan UPT KPH Indragiri, Syamsul Rizal, menegaskan bahwa aktivitas ilegal itu telah merusak ekosistem hutan secara signifikan.

“Dari temuan itu, yang jelas lingkungan pasti rusak dan ekosistemnya terganggu. Saat ini kami masih menghitung estimasi jumlah pohon yang tumbang serta luasan lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging tersebut,” kata Syamsul Rizal, Jumat (12/12).

Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Polres Indragiri Hulu, Polres Indragiri Hilir, UPT KPH Indragiri, serta Security PT MSK. Operasi tersebut dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Inhu AKP Arthur Joshua Toreh.

Tim bergerak menggunakan transportasi air menyusuri aliran sungai dari Pos Security PT MSK di Sungai Simpang Kanan menuju sejumlah lokasi yang dicurigai sebagai titik penumpukan kayu hasil pembalakan liar. Dari penelusuran tersebut, petugas menemukan dua lokasi tumpukan kayu olahan berupa sortimen papan dan broti.

Berdasarkan hasil overlay peta kawasan hutan dan peta perizinan kehutanan, dua titik tumpukan kayu berada di kawasan Hutan Produksi (HP) dan areal konsesi PT MSK. Sementara tiga titik rakitan kayu lainnya ditemukan di kawasan HP dan areal konsesi PT SPA.

Tim juga menemukan tumpukan utama kayu olahan ilegal pada koordinat 00°01’17,1” Lintang Selatan dan 102°40’59,1” Bujur Timur. Lokasi tersebut berada di kawasan Hutan Produksi dan areal konsesi PT SPA.

Hasil pemeriksaan menunjukkan kayu olahan ilegal tersebut merupakan jenis meranti yang termasuk dalam Kelompok Jenis Meranti atau Komersial Satu. Total kubikasi kayu diperkirakan mencapai sekitar 300 meter kubik.

KLH memperkirakan kerusakan hutan akibat pembalakan liar ini mencapai sekitar 120 batang pohon dengan luasan lahan terbuka sekitar 1,15 hektare. Perhitungan tersebut mengacu pada survei Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning tahun 2018 yang mencatat kerapatan rata-rata hutan produksi mencapai 104 pohon per hektare.

“Dengan diameter pohon yang ditebang rata-rata 30 hingga 60 sentimeter dan estimasi kubikasi 2,5 meter kubik per pohon, maka 300 meter kubik kayu setara dengan sekitar 120 pohon,” ujar Syamsul Rizal.

Lokasi illegal logging ini diketahui berjarak sekitar 7 kilometer dari Suaka Margasatwa Kerumutan, salah satu kawasan konservasi penting di Provinsi Riau. Kayu diduga diambil dari kawasan Hutan Produksi Tetap di luar areal konsesi PT SPA, dengan jarak penebangan sekitar 2 kilometer dari titik tumpukan kayu, berdasarkan temuan tunggul-tunggul pohon di lapangan.

Terkait penanganan barang bukti, KLH mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam aturan tersebut, kayu hasil pembalakan liar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik atau sosial, atau dilelang apabila disita negara karena berisiko rusak.

KLH menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum kehutanan, serta mendukung langkah tegas aparat penegak hukum dalam memberantas praktik illegal logging yang mengancam kelestarian hutan dan ekosistem di Riau.(DS)

TERKAIT