Banjir Rendam Ratusan Rumah di Teluk Buntal, Warga Keluhkan Kanal Perusahaan

MERANTI — Banjir yang merendam ratusan rumah warga di Desa Teluk Buntal, Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, membuka kembali luka lama hubungan masyarakat dengan PT Nasional Sago Prima (NSP). Genangan air yang bertahan berhari-hari itu tak hanya melumpuhkan aktivitas warga, tetapi juga memunculkan dugaan kuat adanya kelalaian perusahaan dalam pengelolaan lingkungan.

Banjir terjadi di tengah kondisi cuaca tanpa hujan. Fakta ini mendorong warga mempertanyakan sumber air yang tiba-tiba menggenangi permukiman mereka. Penelusuran di lapangan yang dilakukan pemerintah kecamatan mengarah pada kanal milik PT NSP yang dibuka untuk kepentingan operasional perusahaan.

Camat Tebingtinggi Timur, Mazlin, mengatakan air yang merendam permukiman warga berasal dari kanal perusahaan yang dibuka untuk mengalirkan tual sagu karena memasuki musim panen. Menurutnya, pembukaan pintu klip air dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan sekitar.

“Warga melakukan protes karena wilayah mereka terendam air, sementara hujan sudah lama tidak turun. Setelah ditelusuri, air itu bersumber dari kanal PT NSP. Pintu klip air sengaja dibuka untuk kepentingan operasional perusahaan,” kata Mazlin, Selasa (23/12/2025).

Dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat. Selain rumah warga yang terendam, akses jalan ikut lumpuh. Aktivitas ekonomi warga terhenti karena kebun kelapa, pinang, dan karet yang menjadi sumber penghidupan utama tak dapat diolah akibat genangan air.

“Warga kesulitan beraktivitas dan mencari nafkah. Kebun mereka tidak bisa diurus. Kami meminta pihak perusahaan bertanggung jawab atas kejadian ini,” tegas Mazlin.

Banjir ini menambah panjang daftar kekecewaan masyarakat terhadap PT NSP. Sejak izin Hutan Tanaman Industri (HTI) sagu seluas 21.620 hektare terbit pada 2008, perusahaan disebut telah menjanjikan pengelolaan tanaman kehidupan seluas 1.100 hektare. Namun hingga kini, realisasi janji tersebut dinilai tak kunjung jelas.

Program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang diharapkan mampu menyentuh kebutuhan dasar warga juga disebut berjalan tanpa dampak signifikan. Bagi sebagian masyarakat, CSR hanya berhenti pada kegiatan seremonial, tanpa memberikan perubahan nyata terhadap kesejahteraan warga sekitar.

“Sudah terlalu lama kami menunggu. Harapan itu berubah menjadi rasa kecewa,” ujar seorang warga Teluk Buntal.

Menghadapi kondisi yang kian mendesak, warga Desa Teluk Buntal menyampaikan tuntutan terbuka kepada perusahaan. Dengan difasilitasi pemerintah kecamatan dan desa, serta didampingi aparat keamanan, warga meminta PT NSP segera bertanggung jawab atas dampak banjir yang terjadi.

Warga menuntut penyaluran bantuan sembako kepada 151 Kepala Keluarga (KK) terdampak sebagai bentuk ganti rugi sementara. Selain itu, perusahaan diminta memperbaiki akses jalan yang rusak serta membuka jalur percepatan penurunan debit air agar genangan segera surut.

Masyarakat memberi batas waktu hingga 25 Desember bagi perusahaan untuk menunjukkan langkah konkret. Pemerintah kecamatan dan desa mengingatkan, apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka tidak dapat menjamin warga tidak akan turun langsung menyampaikan aspirasi ke lokasi perusahaan.

“Jika tidak segera ada perbaikan, warga akan turun dalam jumlah besar untuk meminta komitmen penyelesaian,” kata Mazlin.

Hingga berita ini disusun, upaya konfirmasi kepada pihak PT NSP masih dilakukan. Direktur PT NSP, Setyo Budi Utomo, telah dihubungi melalui sambungan telepon untuk meminta klarifikasi. Namun, hingga saat ini belum ada respons dari pihak perusahaan.(LI)

TERKAIT